(adj.) Setia, loyal, percaya terhadap sesuatu
| uh–lee-juhnt | əˈli dʒənt |
Etimologi :
Dikenal pertama kali pada awal abad 15, Inggris pertengahan alligeaunce, dari bahasa perancis kuno alleggeance, modifikasi dari ligeance, liege, dengan arti yang sama, loyal, percaya, setia.
Esai :
Akhir perang keluarga Barata, para Pandawa menjalani kehidupan selanjutnya sebagai pertapa.
Satu persatu anggota keluarga pandawa, Drupadi, Sadewa, Nakula, Arjuna, Bima sudah tak lagi mampu mengelak takdir ajal mereka. Mereka sudah memenuhi karma perbuatan mereka di dunia.
Hanya Puntadewa, sang Dharmaputra yang berjalan mendaki gunung Himalaya sendirian, ditemani oleh seekor anjing yang ditemuinya di kaki gunung, yang setia menemani hingga hampir sampai ke puncak.
Kini tibalah Puntadewa di depan gerbang terakhir puncak Himalaya, Batara Indra telah menantinya.
“Dharmaputera, kau telah tiba di akhir perjalananmu, ujianmu sebagai manusia sudah berakhir, engkau di ijinkan memasuki swargaloka tanpa perlu mati badanmu, wahai putera Pandu”, Batara Indera berkata dari kereta kencananya.
Puntadewa yang saat itu duduk beristirahat, melawan dinginnya angin beku Himalaya, memeluk dan mengelus kepala anjingnya.
“Kita telah sampai, mari kita lanjutkan”, suara lemah Puntadewa, terdengar oleh Batara Indra.
“Putera Pandu, kau harus meninggalkan anjingmu di sini, Swargaloka bukan tempat mahluk kotor seperti itu”, sabda Batara Indra.
“Aku tidak akan meninggalkan sahabatku yang setia menemani aku, sang dewa Bajra”, ucap Puntadewa.
“Putera Pandu, engkau bersusah payah kemari, bahkan engkau meninggalkan istri dan saudara-saudaramu begitu saja, engkau tidak membuat upacara yang layak untuk mereka. Lalu engkau tidak mau meninggalkan anjing itu, apa yang sebenarnya ada di kepalamu ?”, suara batara Indra meninggi.
“Istri dan ke empat adikku, bukan aku yang meninggalkan mereka, tapi merekalah yang meninggalkan aku, karena dosa-dosa mereka pada saat hidup. Drupadi karena dendamnya, Arjuna, Nakula dan Sadewa karena kesombongannya, Bimasena atas kekasarannya. Sedang anjing ini tetap bersamaku sampai di sini.”, jelas Puntadewa dengan runut.
“Tapi anjing itu tetap tidak aku perkenankan memasuki swargaloka, hai Puntadewa”, jawab Indra.
“Anjing ini mengajarkan arti kesetian, ia setia menemaniku sampai saat ini, aku tidak akan meninggalkannya sendiri. Biarlah aku disini bersamanya.”, suara Puntadewa tanpa ragu.
Puntadewa semakin erat memeluk anjingnya.
“Hai putra Pandu, Dharmaputra, marilah bersamaku masuk swargaloka, engkau telah memenuhi ujianmu sebagai manusia”, Batara Indra menjulurkan tangannya, seperti mempersilahkan Puntadewa untuk masuk kedalam kereta kencananya.
“Aku tidak akan meninggalkan anjingku, sang dewa Bajra”, Puntadewa menolak sopan.
“Puntadewa, lihatlah siapa sebenarnya anjingmu itu”, ucap dewa Indra.
Anjing itu tiba tiba lenyap, lalu berganti menjadi sosok Dewa Dharma, dewa yang menitis kedalam raga Yudistira atau Puntadewa.
“Puntadewa, puteraku, Dharma putera, marilah bersamaku masuk, engkau telah lulus berbagai ujian berat, kami para dewa ingin mengujimu, sebelum engkau layak masuk swargaloka”, ucap dewa Yama atau dewa Dharma.
“Puntadewa, engkau rela mengorbankan dirimu demi sesama mahluk, engkau memang berhak untuk masuk swargaloka”, dewa Indra tanpa menunggu, menarik tubuh Puntadewa untuk masuk kedalam pintu swargaloka.