(n.)Manusia ada karena terikat dengan manusia yang lain.
| uu-boon-too |
Etimologi :
Afrika Selatan, Zulu : awalan ubu + ntu, (“manusia”,”seseorang”) , membentuk kata menjadi “Kemanusiaan”
“Ini adalah inti dari manusia. Ini berbicara tentang fakta bahwa kemanusiaan saya terikat erat dalam kemanusiaan Anda. “Ubuntu berbicara tentang keutuhan, berbicara tentang kasih sayang. Seseorang dengan Ubuntu akan terbuka, ramah, hangat, murah hati, dan bersedia untuk berbagi ” – Desmond Tutu
Esai :
dr Sekar Kinanthi, begitu nama tertulis di papan kayu yang tergantung di rumah di ujung desa terpencil. Tulisan itu tidak terlalu rapi, hanya papan kayu tanpa cat, dan tulisan tangan, tapi cukup untuk memberi tanda bahwa seorang dokter tinggal di rumah itu.
Sekar, memang seorang dokter, lulusan kedokteran perguruan tinggi negeri di Surabaya. Saat teman-temannya yang lain sibuk mengambil spesialis, ia lebih tertarik untuk mengabdi kepada orang-orang yang membutuhkannya.
Ia tidak perduli dengan kompetisi gelar spesialis, seperti normalnya teman-teman dokternya. Yang ia tahu, penduduk desa terpencil di pulau paling selatan Indonesia ini, membutuhkannya.
Hidupnya jauh dari kemewahan, bahkan rumah kayu sederhana tempat tinggalnya sekarang adalah pemberian warga desa, dan dibangun dari swadaya penduduk setempat.
Padahal, ayahnya seorang pemilik pabrik obat besar dan beberapa rumah sakit di Jawa Timur, tentu saja tidak sulit untuk Sekar mendapatkan pekerjaan yang layak, paling tidak di rumah sakit milik keluarganya saja.
Kemanusiannya begitu kuat terpanggil di tempat ini. Tempat yang jauh dari kota, jauh dari kehidupan yang jadi impian perempuan muda sepertinya.
Cita-citanya hanya satu, mengabdi kepada kemanusiaan.
Hari-harinya di lewati dengan memeriksa anak balita, ia selalu memeriksa dan memonitor kesehatan ibu dan anaknya. Ia tidak memungut bayaran sama sekali. Malah selalu memberikan obat, dan vitamin dengan gratis.
Hasilnya, di desa itu, tidak ada satupun anak balita yang mengalami stunting.
Ia pun, sering merangkap sebagai bidan desa, membantu proses kelahiran, untuk ibu-ibu. Bahkan kadang-kadang ia harus memikirkan memberi nama bayi yang baru saja di lahirkan. Ayah ibu bayi itu meminta berkat untuk anaknya. Itu salah satu waktu yang paling membahagiakannya.
Yang Sekar tidak tahu sebelumnya, adat di desa itu, selain meminta berkat, meminta pemberian nama kepada seseorang adalah proses mengangkat anak menjadi anak baptis. Padahal dirinya bukan seorang Katolik, sama seperti penduduk di situ.
Tapi orang-orang desa tidak perduli dengan itu semua. Mereka melihat Sekar sebagai seorang dokter, seorang guru, seorang manusia, yang tidak perlu di pisahkan atas apa keadaanya, atau keyakinannya.
Jadilah Sekar sekarang punya 15 anak, yang ia selalu hafal satu persatu nama, dan tanggal kelahirannya.
Bila sedang tidak ada pasien, Sekar selalu berada di balai desa, ia mengajar membaca dan berhitung anak-anak usia sekolah dasar yang tidak bisa bersekolah. Karena SD terdekat, kira-kira 3 jam perjalanan dari desa ini.
Masalah laki-laki ? Banyak anak muda desa ini yang mendekatinya, tapi mereka mundur teratur ketika Sekar memberikan daftar panjang suntikan imunisasi, sebagai syarat untuk mendekatinya.
Sebut saja DPT, Hepatitis A B, Influenza, HPV, BCG, Varisela, MMR, Meningitis, Pnumokokus, Tifoid, Polio, Covid 1-2-3.
Jangankan berkencan, melihat jarum suntik saja cukup membuat para laki-laki desa itu terbirit-birit. Mereka membayangkan siksaan panjang jarum suntik yang menembus kulit liat coklat tua mereka.