(n.)Kemampuan mencapai hasil sesuai dengan yang di harapkan
| ˈe-fi-kə-sē |
Etimologi :
Latin efficācia (“Berfungsi dengan baik”)
Esai:
Semua orang di ruangan ini berdiri, termasuk aku, melihat layar besar monitoring di ruang kendali. Mereka semua berharap hasil yang terbaik. Kecuali aku, aku sudah mengetahui hasilnya tidak akan sesuai.
“Tidak akan bisa”, kataku memecah ketegangan.
“Bisa, pasti bisa”, laki-laki setengah baya, atasanku, melihatku sinis.
Aku hanya tersenyum, melihat kebodohan mereka.
Aku tahu pasti persamaan matematis yang digunakan untuk memodelkan sistem kendali ini, keliru, sangat keliru. Banyak variabel yang tidak dimasukan.
Mereka semua menahan nafas tegang, tapi aku tetap tenang. Segelas es americano di tanganku masih bisa aku nikmati perlahan. Tidak ada sedikitpun ragu, bahwa perhitunganku akan benar.
Tidak lama, sebelum aku mendengar suara mengguman, tanda kecewa. Aku melihat wajah-wajah lesu. Termasuk wajah atasanku tadi.
“Boleh saya mencoba ?”, sengaja aku berbicara dengan atasanku, sambil menyedot americanoku.
Aku hanya ingin dia tahu, siapa yang berperan di sini.
“Ini bukan mainan, tidak ada waktu untuk coba-coba”, jawabnya masih sinis.
“Ok, silahkan menikmati kegagalan”, aku berlalu dari hadapannya, tanpa melihatnya lagi, kembali ke ruanganku.
“Tunggu….”, suara wanita itu menghentikan langkahku.
Itu adalah suara direktur operasional, seorang perempuan cerdas yang selalu tenang dalam berbagai situasi. Bahkan tadi aku tidak menyadari kehadirannya di ruang kendali.
Ia berjalan menghampiriku dan dengan tenang ia mengambil jarak di depanku.
“Beri aku alasan untuk kamu mencoba”, suaranya lembut tapi sangat tegas
“Terlalu banyak variabel yang diabaikan, bahkan yang esensial sekalipun”, singkat aku menjawab
Tanpa menunggu, aku duduk di meja kontrol, dan memasukan persamaan yang ada di kepalaku sejak tadi.
Semua variabel penting aku masukan, dan aku pastikan tidak ada yang tertinggal. Menurut perhitunganku, ini akan bekerja sesuai dengan hasil yang di inginkan.
Aku berdiri dan sengaja berjalan ke arah atasanku.
“Mau coba mainanku ?”, sengaja nada bicaraku aku buat sinis.
Semua perhatian tertuju ke arah layar, sedangkan aku, tetap menikmati ice americanoku.