(n.) Detil kecil yang membuat sesuatu menjadi berbeda
| mi-nyoo-she-aye |
Etimologi :
Latin minutia (“smallness”,”hal kecil”)
Tercatat pertama kali digunakan sekitar tahun 1745-1755
Esai :
Mia duduk, kepalanya agak sedikit terangkat. Pandangannya mengarah ke layar besar yang tertempel di dinding. Sudah 15 menit aku melihatnya bergantian melihat layar komputer dan layar besar itu.
Kadang-kadang ia bersandar ke kursi kerjanya. Tangannya kirinya terlipat, tangan kanannya memainkan rambutnya yang panjang, ujungnya di masukan ke mulut mungilnya.
Hanya sesekali saja, Mia menarik nafas, lalu kembali mengetik sesuatu di komputernya.
Aku hafal kebiasaannya, kalau sudah ia sedang menghadapi masalah yang belum bisa dipecahkan, ia suka memakan rambutnya. Memang aneh cewe satu itu.
Aku ambil cangkir kopiku, lalu menghampiri ke mejanya.
“Any problem ?”, tanyaku sambil menyeruput kopi.
Mia hanya menjawab dengan matanya dan jarinya, ia menunjuk ke layar besar. Wajahnya masih tetap berpikir keras. Sepertinya ia tidak mau kehilangan ritme otaknya yang sedang bekerja menyelesaikan masalah.
“Gak jalan ?”, Mia hanya mengangguk, menjawab pertanyaanku.
“Coba tampilkan kode-mu”, kepalaku ikut Mia untuk melihat layar besar.
Entah kenapa aku tidak keberatan dengan komunikasi verbal satu arah seperti ini. Tapi rasa penasaranku mencoba membantu menyelesaikan masalah yang di hadapi Mia.
Aku membaca kode-kode di layar besar, otakku berusaha menjadi sebuah compiler dan linker untuk kode-kode itu. Semua variabel dan fungsi aku simulasikan satu persatu di dalam pikiranku.
Hampir lima menitan aku dan Mia sama-sama diam. Aku berdiri, sedangkan Mia duduk di kursi kerjanya. Kami berdua menatap layar yang sama. Entah apa yang dipikirkannya, mungkin sama denganku. Tapi yang jelas aku sudah menemukan bug yang ada di kode Mia.
“Sebaiknya kamu gak usah terlalu banyak linked pointer”, aku membalikan badanku
“Kodemu tidak akan scaleable”, aku menyambung kata-kataku.
Tanganku meraih keyboard di depan Mia, lalu aku mulai memperbaiki kode program Mia
“Hanya satu karakter ini saja, kodemu bubar”, jariku menekan enter, kemudian mengkompilasi ulang.
Mia menarik nafas, tawanya pecah saat melihat kodenya berjalan sesuai dengan kemauannya.
“Kamu jenius, aku sudah cari ini sejak tadi pagi”, suaranya yang ceria pecah diselingi tawanya
Aku kembali menyeruput kopi dari mug-ku, lalu berlalu dari mejanya.
“Detail kecil Mia, kamu harus hati-hati..”, aku berkata sambil terus berlalu..